Pernah dengar Yoogho Evoucher, Bouncity, Superbestdeal.com, Sixreps,  atau Project Eden? Ini adalah nama-nama situs yang diperkenalkan dalam  temu komunitas #StartupLokal.
Pertemuan di arena Indonesia  International Communication Expo & Conference (ICC), Jakarta, Sabtu  (11/6/2011) siang, itu dihadiri sekitar 100 orang. Natali Ardianto,  pendiri #StartupLokal, mengenalkan situs-situs yang sebetulnya tak  baru-baru amat tersebut.
Sesuai dengan namanya, komunitas ini  ditujukan untuk pemula bisnis di internet. Menurut Ollie, penulis yang  juga pendiri #StartupLokal, komunitas ini untuk pendiri dan pengembang  situs dan aplikasi konten, media, investor, serta mereka yang tertarik.  Yang dibicarakan mulai dari keterampilan membangun komunitas, membuat  rencana bisnis, hingga cara menjual situs. ”Calon investor akan lebih  gampang melihat startup di komunitas ini daripada mencari sendiri,”  katanya.
Bisnis di internet semakin berkembang di Indonesia. Data  Salingsilang.com menyebutkan, di Indonesia ada 30 juta-36 juta pengguna  dan sangat aktif. Buktinya, anggota Facebook di Indonesia terbesar kedua  di dunia. Periode Januari-Maret 2011 dihasilkan 5 juta blog dan 55 juta  pengguna Twitter yang membuat 95 juta kicauan (tweet).
Besarnya jumlah pengguna internet dan tingginya aktivitas menarik orang masuk ke bisnis ini.
Koprol  menjadi kisah sukses bakat lokal yang diakui dunia internasional.  Setahun setelah diperkenalkan Skyeight, situs jejaring sosial ini pada  Mei 2010 diakuisisi Yahoo!.
Menurut Direktur Desain Yahoo! Koprol  yang juga pendiri Koprol, Satya Witoelar, ketika membuat Koprol, dia tak  terpikir situs itu akan dibeli pemain besar atau investor. ”Kami hanya  ingin membuat produk online yang asyik banget,” ujar Satya tentang situs  yang dipakai untuk mencari tempat-tempat menarik itu.
Pengguna  Koprol berkembang dari 75.000 pengguna saat diakuisisi hingga kini  menjadi 1,5 juta orang. Mereka juga rajin bertatap muka (offline). Satya dan timnya lalu diminta Yahoo! mengembangkan program serupa untuk pasar baru di India, Filipina, dan Brasil.
Februari  lalu Yahoo! meluncurkan Koprol for Business. Layanan ini menawarkan  solusi pemasaran berbasis wilayah untuk UKM agar mampu menyasar konsumen  sesuai informasi lokasi.
Investor lokal juga tak kalah sigap.  Situs jejaring sosial Kaskus (singkatan dari kasak-kusuk) yang didirikan  Andrew Darwis (31) tahun 1999 yang kini dikelola dan dimiliki bersama  sepupunya, Ken Dean Lawadinata (25), Desember lalu bermitra dengan PT  Global Digital Prima Venture. Yang terakhir ini dikelola Martin Basuki  Hartono, anak Robert Budi Hartono, dari grup Djarum.
Kaskus hingga  petang kemarin memiliki 3.077.572 anggota, menjadikannya situs lokal  dengan pengguna terbanyak. ”Saya tidak bisa sebut besar investasi Global  Digital Prima. Dana itu kami gunakan untuk mengembangkan Kaskus,  termasuk sistem pembayaran Kaspay,” kata Ken. Situs ini memiliki forum  jual-beli perorangan yang sangat aktif dengan 400 komunitas dan  subkomunitas.
Jejaring media sosial juga memberi peluang hidup  bagi situs spesifik, seperti Sepedaku.com yang didirikan Budi Santoso  (38). Forum bertukar informasi di antara penggemar sepeda mengenai toko  komponen sepeda tersebut memiliki 38.5000 anggota dan hidup dari iklan  serta sponsor.
Inkubator
Global Digital  Prima Venture tidak sendirian. Bakrie Telecom, awal pekan ini,  meluncurkan Nusantara Incubation Fund. Shinta Dhanuwardoyo, mitra di  Nusantara Ventures, mengatakan, yang dilakukan adalah menginkubasi  situs, aplikasi, dan media generasi baru dengan memberi arahan,  membukakan jejaring, dan membantu proses bisnis.
Menurut Shinta,  tantangan bagi pendiri serta pengembang situs dan konten adalah membuat  rencana bisnis. ”Banyak yang lemah dalam rencana bisnis sesuai pasar.  Intinya, tahu yang mereka kembangkan bisa bertahan tanpa berpikiran  suatu saat bisa dijual,” kata Shinta yang juga CEO Bubu.com.
Project  Eden yang diperkenalkan dalam pertemuan komunitas #StartupLokal di ICC,  pekan lalu, juga merupakan inkubasi bagi pendiri dan pengembang situs  dan konten.
Meski proyek ini baru akan diluncurkan Oktober 2011,  Kevin Mintaraga sebagai salah satu penggagas yakin akan prospek  e-commerce Indonesia. Indikatornya, antara lain, belanja iklan. Walau  belanja iklan di internet baru 2 persen dari total belanja iklan di  Indonesia, jumlahnya meningkat pesat.
”Tahun 2008 belanja iklan di  internet Rp 100 miliar, tahun 2010 menjadi Rp 400 miliar, dan pada 2011  sudah Rp 800 miliar. Pertumbuhannya 200 persen, sementara media  konvensional tumbuh paling-paling 10 persen,” kata Kevin. Nielsen  mencatat belanja iklan di media televisi dan koran tahun 2010 hampir Rp  60 triliun, naik 23 persen dari 2009 (Kompas, 2/2).
Lebih stabil
Satya  Witoelar, lulusan Teknik Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan,  Bandung, yakin, antusiasme terhadap bisnis online tidak akan mengulang  gelembung bisnis internet tahun 1990 karena model bisnisnya kini lebih  berkelanjutan.
”Semakin banyak upaya mendukung startup semakin  bagus. Sebab, semakin banyak yang mencoba, semakin banyak produk  dihasilkan. Ini mendorong pengembang situs dan konten lebih serius  membuat aplikasi yang bisa komersial,” kata Satya.
Dengan jumlah  penduduk 237 juta orang dan pendapatan terus meningkat, potensi bisnis  di internet sangat besar. Namun, menurut Ken Lawadinata, karena  infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi serta peraturannya  belum jelas, investasi bisnis di internet di Indonesia, terutama oleh  investor dari negara maju, dianggap masih hijau sehingga dihargai murah.
Karena  itu, kewajiban pemerintah membangun infrastruktur dan membuat aturan  yang tidak mengekang kreativitas sehingga menjadi pemungkin terjadinya  ledakan bisnis di internet.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar